TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Warga di Kampung Ledok Tukangan Rw. 03 Kelurahan Tegal Panggung, Kecamatan Danurejan, Yogyakarta memiliki sebuah kolektif bernama Sanggar Anak Kampung Indonesia (SAKI).
Kampung yang terletak di Bantaran Kali Code ini menyadari bahwa kunci utama untuk mempertahankan ruang hidup adalah memperkuat solidaritas masyarakat.
Solidaritas itu dapat terkonsolidasi melalui pengetahuan dan membangkitkan kecintaaan terhadap kampungnya, terutama untuk anak muda.
Komunitas SAKI berinisiatif membuat gerobak keliling perpustakaan dan outlet hasil produksi warga setempat.
Gerobak keliling perpustakaan akan berisi seluruh pengetahuan yang diproduksi oleh warga kampung.
Gerobak ini juga menjadi “lumbung” pengetahuan kampung, agar saat terjadi banjir kelak dapat terselamatkan karena sifatnya yang “mobile” atau bergerak.
“Gerobak perpustakaan ini akan dikelilingkan di kampung, terutama di tempat-tempat berkumpul warga, seperti ibu-ibu, anak-anak, pemuda, dan lain-lain. Di tempat kita tak ada perpustakaan yang cukup representatif, sehingga pengetahuan harus didekatkan dengan warga,” ujar Anang, pimpinan SAKI.
Gerobak merchandize kelak akan dikelilingkan keluar kampung untuk menjual produk warga SAKI.
“Di sini anak-anak mudanya sudah buat sablon tas, kaos, juga mug, dan masih banyak produk lainnya. Masalah kami adalah soal pemasaran, sehingga kita akan mengelilingkannya sendiri dengan gerobak yang menarik ini,” lanjut Anang.
Di samping membuat gerobak perpustakaandan merchandize, SAKI juga membuat 5 signage berupa gupon (rumah burung merpati) yang dituliskan pesan-pesan seputar pemeliharaan lingkungan dan kritik terhadap keterdesakan ruang hidup Kota Yogyakarta dengan dibangunnya banyak hotel dan mal.
“Warga di sini senang sekali dengan burung merpati. Hampir setiap sore warga dari anak muda sampai orang tua bermain burung merpati. Akhirnya kami mengambil simbol Gupon yang mewakili kampung kami.” Ungkap Anang.
Seluruh karya yang dikerjakan selama 3 bulan ini akan dipresentasikan dalam bentuk Festival bertajuk “Kampungku Uripku” pada 12 – 13 September 2015 di Kampung Ledok Tukangan.
Pada festival itu akan digelar kirab budaya, dialog tentang kampung, pasar kampung, pementasan tari dan musik, workshop soal air, dan pameran dari kampung lain yaitu Ledok Code dan Prawirotaman II oleh Gerilya Pemuda Prawirotaman RW 08.
Menurut Ade Tanesia selaku fasilitator CreativeNet, Festival Kampungku Uripku ini merupakan pernyataan warga kampung di kawasan urban bahwa ruang hidup adalah hak warga yang bisa dikelola dengan baik dengan berbagai potensi yang dimilikinya. (tribunjogja.com)
Sumber: TribunJogja