JOGJA – Sabtu (12/9) kemarin, Festival Kampungku Uripku yang kedua, digelar lagi oleh masyarakat kampung Ledhok Tukangan RW 3 bantaran Kali Code, Danurejan, Kota Jogja. Acara yang dibuka Marwoto Kawer ini berlangsung sangat meriah, ditambah peluncuran gerobak perpustakaan kampung yang dibuat oleh Sanggar Anak Kampoeng Indonesia (SAKI)
Sesudah acara pembukaan, anak-anak kecil di kampung itu melakukan pawai dengan mem-bawa mainan tradisional buatan masyarakat sendiri. Dilanjutkan dengan acara meriah lainnya, seperti hiburan musik, workshop air, sablonase, dan pasar kampung.Ketua Festival Kampungku Uripku Anang Nasyudin men-gatakan, kesuksesan festival sebelumnya di tahun 2013 men-jadikan motivasinya untuk mengajak masyarakat punya kemandirian dan semangat menjaga kampungnya. Melalui sanggar yang didirikan sejak 2005, Anang ingin masyarakat-nya menciptakan karya bersama demi kelangsungan hidup di kampung tersebut. Melihat geografis letak kampung ini yang berada di tengah kota, namun pemerintah sebagai pe-mangku kebijakan kurang mem-perhatikan kampung di wilayah terpinggirkan tersebut, bersama komunitas Prawirotaman dan Ledhok Code serta dibantu Creative Net community, kini masyarakat sudah berhasil mem-buat pengkaryaan lewat kreati-vitas yang berasal dari komuni-tas berbasis kampung.
Dalam kesempatan festival kali ini, juga dilaunching dua gerobak, yaitu Gerobak Perpustakaan Kam-pung dan Gerobak Hand Made Kampung. Gerobak Perpustakan digunakan sebagai tempat buku-buku umum, video, audio, dan sejarah dari kampung Ledhok Tukangan. Gerobak ini juga dilen-gkapi LCD dan perangkat pendu-kung lainnya. Sedangkan Gerobak Hand Made Kampung digunakan sebagai tempat berjualan hasil karya kreativitas masyarakarat.”Gerobak ini semacam data-base-nya kampung, sehingga mereka bisa tahu apa yang per-nah mereka lakukan sebelumnya untuk kampung ini, ditambah gerobak ini menjual produk-produk masyarakat kampung,” jelas Anang yang ditemui di samping ruang pameran. Ditanya soal mengapa medianya melalui gerobak, Anang menya-dari kampungnya tidak mempu-nyai ruang cukup, karena hanya mempunyai jalan-jalan sempit. Ditambah kampung ini sering terkena banjir, sehingga dengan menggunakan gerobak, akan mem-permudah akses dan evakuasinya.
Dengan proses kurang lebih 1 tahun, Anang bersama masy-arakat ingin menjadikan gerobak tersebut sebagai pusat infor-masi masyarakat. Di sisi lain, mereka ingin menunjukkan pada pemerintah, khususnya dinas pendidikan, bahwa belajar itu tidak mahal. Memulai dengan membuka kelas sederhana sejak 2005, me-reka bisa mengajarkan tari, ba-hasa Inggris, dan TPA pada anak-anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Faktor ekonomi dan kurangnya peng-etahuan menjadi alasan anak-anak muda di kampung ini un-tuk bergerak membantu membangun ekonomi bersama melalui life skill yang diajarkan.”Harapan lain saya dan teman-teman, ingin menjaga kampung ini. Dengan maraknya pembangu-nan hotel di Jogja, kami tidak mau anak-anak kehilangan tempat bermain dan belajarnya dengan menjadikan wilayah kami sasaran pembangunan hotel,” ujarnya menutup per-bincangan.(mg4/jko/ong)
Sumber: Radar Jogja