Menuju Desa yang Berdaulat, Mandiri dan Demokratis

Desa-desa di Indonesia berpeluang untuk berdaulat, mandiri dan demokratis di bawah payung hukum UU No. 6/2014 tentang Desa (UU Desa). Selain alokasi uang yang membesar, perubahan lain adalah jaminan hukum kedudukan desa di dalam sistem NKRI (Pasal 5 UU Desa), pengakuan kewenangan desa oleh pemerintahan republik (Pasal 19 UU Desa), dan pelembagaan demokrasi desa melalui Musyawarah Desa—Musdes (Pasal 54 UU Desa). Singkat kata, UU Desa telah memandatkan negara untuk memenuhi hak-hak desa yang selama ini terabaikan dan menjamin tata kelola pemerintahan desa yang berdaulat, mandiri dan demokratis.

Lebih dari itu, Desa tidak lagi sebagai subordinasi kabupaten. Desa pun memiliki kewenangan yang bersifat asal usul dan lokal berskala desa. Darisegi perencanaan desa, dokumen RPJMDes yang berdurasi 6 tahun menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Implikasinya, siapapun yang hendak menjalankan pembangunan di desa harus merujuk pada RPJMDes.

Inilah peluang desa untuk bisa berdaulat di tanahnya sendiri. Dari segi keuangan, UU Desa memandatkan negara mengalokasikan sebagian APBN kepada desa dan sebagian dana perimbangan yang diterima kabupaten sebagai alokasi dana desa. Kapasitas keuangan desa yang menguat dari negara dan peluang memperkuat keuangan dari pendapatan asli desa (PADesa) inilah yang akan menjadi peluang desa bisa mandiri. Sementara itu dari segi partisipasi publik, kelembagaan Musdes yang memiliki spirit melibatkan semua warga (civic engagement) dalam membahas berbagai hal strategis di desa, merupakan peluang besar bagi demokratisasi desa dan menjadikan desa semakin demokratis.

Tetapi, implementasi UU Desa juga memiliki tantangan yang signikan misalnya terkait kesiapan aparatur pemerintahan kabupaten, pemerintahan desa, lembaga-lembaga desa lainnya, serta warga masyarakat masing-masing desa. Hal penting yang sering luput dari perhatian desa adalah peran kelompok marginal di desa yang selama ini belum dilibatkan dalam tata kelola pemerintahan desa. Karena itu, dengan UU Desa ini seharusnya kelompok rentan di desa lebih diperhatikan dan dilibatkan. Peluang tersebut terbuka lebar, karena pemerintahan desa dan warganya akan menjadi subyek pembangunan di desanya sendiri. Ke depan, pelaksanaan UU Desa harus lebih inklusif dan memperhatikan hak-hak kelompok tersebut yang masih termarginalkan selama ini.

Riset DesaMenyiapkan stakeholder desa dalam mengimplementasikan UU Desa memang sangat penting dan prioritas, namun tidaklah lengkap tanpa menyiapkan peran kabupaten dalam menyusun kebijakan desa dan melaksanakan pengawasan maupun pendampingan. Ini misalnya terlihat dalam UU Desa pasal 22 di mana ada penugasan yang diberikan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ke desa. Hal ini tentu membutuhkan adanya reformulasi hubungan daerah dan desa. Termasuk reformulasi kebijakan kabupaten untuk desa.

Berpijak pada analisis kondisi eksisting pada aspek regulasi teknis dan kesiapan pemerintahan terhadap mandatori UU Desa seperti diuraikan di atas, nampak sejumlah kesenjangan. Kapasitas pemerintahan kabupaten dalam menyediakan instrumen kebijakan, program dan kegiatan jelas menjadi tertantang oleh adanya UU Desa ini. Pun demikian dengan kapasitas pemerintahan desa dalam menyediakan regulasi maupun kelembagaan yang membuka keterlibatan masyarakat penting pula diperhatikan.

Kesenjangan-kesenjangan yang ada tersebut dapat dijembatani melalui hal-hal sebagai berikut:

Perbaikan implementasi partisipasi warga desa dalam kebijakan yang berorientasi pada pemanfaatan aset desa, perencanaan dan penganggaran, pelayanan publik serta pengawasan maupun evaluasi. Guna memastikan implementasi partisipasi berlangsung secara terus-menerus, perlu instrumen tertentu untuk mendukung pelembagaannya. Instrumen tersebut dipilih atas dasar kesepakatan antar pihak di desa.

Perbaikan pelaksanaan supervisi Pemerintah Kabupaten kepada Desa sesuai dengan mandatori UU Desa dan dapat diinstitusionalisasikan, sehingga prosesnya menjadi berkelanjutan dan dilaksanakan secara terus menerus.

Perbaikan kebijakan, program/kegiatan dan instrumentasi pendampingan pemerintah penting berbasis pada bukti-bukti atas praktik instrumentasi yang efektif dan esien dalam mengembangkan tata kelola pemerintahan desa. Untuk itu dibutuhkan adanya piloting terhadap beberapa kabupaten dan desa, guna mengujicobakan instrumen/alat bantu dan mengembangkannya menjadi instrumen yang efektif dan efisien untuk mendukung tata kelola pemerintahan desa yang berdaulat, mandiri dan demokratis.


Mitra kerja:

HivosIRE